SELAMAT DATANG DI WEBLOG TAMAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI CAHAYA ILMU SEMARANG)

Selasa, 05 Januari 2021

JUKNIS LOMBA OPEN HOUSE KB TK ISLAM CAHAYA ILMU 2020/2021

Juknis Umum :

1.     Peserta lomba adalah anak usia KB dan TK dari berbagai lembaga PAUD se-Kota Semarang.

2.  Peserta parenting adalah Orang tua yang memiliki anak usia PAUD, pendidik, mahasiswa dan umum.

3. Peserta mengisi link pendaftaran (http://bit.ly/openhouseci2021) yang tertera di liflet atau menghubungi Contact Person panitia.

4.     Bagi peserta lomba, peserta di haruskan mengirimkan foto fotocopi Akta Lahir kepada panitia.

5.     Peserta mengupload karya berupa video/foto lomba ke media social (INSTAGRAM) pribadi mulai tanggal 6 – 14 Januari 2021 dan menandai Instagram KBTK Cahaya Ilmu sebagai bukti keikut sertaan.

6.     Pemenang lomba dari eksternal akan dipilih juara 1,2,3.

7.     Dari peserta internal akan dipilih 3 nominasi.

8.     Semua peserta (baik lomba maupun parenting) akan diikutkan pada undian Doorprize.

9.     Pengumuman hasil lomba dan doorprize akan disampaikan dalam kegiatan Parenting melalui zoom pada tanggal 16 Januari 2021.

 

Jenis Lomba :

1.        Foto Aktivitas Anak bersama anggota keluarga (boleh salah satu atau bersama seluruh keluarga) disertai QUOTES.

a.     Peserta lomba adalah peserta umum (Eksternal dan Peserta internal KB TK CI)  usia 2-6 tahun/Pra SD.

b.    Topik foto “Happy with my Family”.

c.    Semua foto yang diikutsertakan merupakan karya asli dari peserta dan belum pernah diikutsertakan dalam lomba lain.

d.   Foto diunggah ke media sosial pribadi (Instagram)  dengan caption yang memuat Nama anak dan judul foto, serta hashtag

#lombafotokeluarga

#kbtkcahayailmu2021

e.    Kriteria penilaian:

1.    Keindahan foto

2.    Kesesuaian  dengan tema

3.    Kesesuaian foto dengan Quotes

f.     Pastikan akun media sosial peserta tidak dalam mode privat.

g.  Cp lomba foto (085641692666) a.n Bu Muna

2.    Lomba Hafalan Surah Pendek

a.    Peserta Umum Eksternal (berasal dari luar KB TK Cahaya Ilmu) berusia 3-4 tahun  

b.    Hafalan surah pendek An-Naas

c.    Berpakaian sopan dan rapi

d.   Durasi video maksimal 2 menit dengan tampilan landscape.

e.    Penilaian berdasarkan kefasihan bacaan dan ketelitian huruf.

f.     Foto diunggah ke media sosial pribadi (Instagram)  dengan caption yang memuat Nama anak dan judul foto, serta hashtag

#lombahafalansuratpendek

#kbtkcahayailmu2021

g.    Pastikan akun media social peserta tidak dalam mode privat.

h. CP lomba hafalan surah (085797594572) a.n P.Fatkhur


 

3.    Lomba Kreasi Looseparts

a.   Peserta lomba adalah peserta umum (Eksternal dan Internal KB TK CI) usia 3-6 tahun/Pra SD

b.     Peserta berpakaian sopan dan rapi.

c.    Kriteria penilaian berdasarkan:

1.    Ide cerita

2.    Ragam material / bahan yang digunakan.

Adapun komponen  loose parts antara lain: bahan alam, kayu/ bambu, bekas kardus kemasan, plastik, benang dan kain, kaca, logam.

3.    Cerita hasil karya

d.   Durasi video maksimal 1 menit dengan tampilan landscape.

e.    Foto diunggah ke media sosial pribadi (Instagram)  dengan caption yang memuat Nama anak dan judul foto, serta hashtag

#lombakreasilooseparts

#kbtkcahayailmu2021

f.     Peserta menandai media sosial sekolah KB-TK Cahaya Ilmu (Instagram kbtk cahaya ilmu).

g.    Pastikan akun media social peserta tidak dalam mode privat.

h. CP lomba kreasi loosepart (081228065712) Bu Eka




Read More..

Rabu, 11 Mei 2011

PROFESIONALIME GURU ANAK USIA PRASEKOLAH

Taman kanak-kanak sebagai lembaga prasekolah yang merupakan bagian terpenting dari rangkaian sistem sebagai upaya mengantarkan anak untuk memasuki jenjang pendidikan dasar. Dalam pembelajaran di usia prasekolah atau TK merupakan bentuk pendidikan yang menyediakan program kegiatan belajar mengajar yang utuh. Pada jenjang pendidikan TK potensi anak-anak yang berhubungan dengan kecerdasan (intellegence), keterampilan (skill), bahasa (language), perilaku bersosialisasi (social behaviour), fisik (motorik) maupun kesenian (estetika) mulai tumbuh dan berkembang.
Read More..

Jumat, 25 Maret 2011

MENUMBUHKAN RASA PeDe PADA ANAK

Oleh : S.Arini Baroroh

Orang tua mana yang tidak
ingin anaknya seperti bocah ajaib pengukir sejarah dunia, seperti Thomas Alva Edison, Albert Einstein, BJ Habibie, Tufik Hidayat (pemain bulutangkis), atau seperti Samuel ( penyanyi cilik AFI Junior), Brandon (IMB) dan JP Millenix (Drummer ). Paling tidak anak punya keberanian untuk mencontoh semangat dan perilaku tokoh-tokoh tersebut meraih prestasi dalam hidupnya maupun segenap kemampuannya. Namun kini persoalannya adalah bagaimana mewujudkan harapan orang tua tsb menjadi kenyataan.Jika kita amati anak-anak kita, seringkali anak mengeluh tidak punya kemampuan apa-apa, merasa tidak bisa melakukan sesuatu, ketika belajar mudah menyerah. Jika diminta melakukan sesuatu, anak takut secara berlebihan dan merasa tidak yakin dapat melakukannya. Apalagi keberaniannya. Kita sering direpotkan perilaku anak di saat ada banyak teman sebaya didekatnya, anak malah takut untuk bermain bersama dan terus berlindung dibalik orangtuanya. Anak tidak punya keberanian untuk berkomunikasi dengan orang lain. Untuk menyampaikan keinginannya saja anak tidak berani apalagi berbicara di depan orang banyak. Sebagai contoh berikut ini :
“Di rumah Tania bagaikan bintang panggung,” cerita Dian seorang ibu muda tentang gadis ciliknya. Betapa tidak, si kecil yang berumur 5 tahun itu pintar menyanyi, gemar menari mengikuti gerak penari di TV. Tapi jangan ditanya penampilannya didepan orang banyak. “ Ia seperti siput “. Begitu Dian menilai anaknya yang kurang percaya diri..Nggak Pede ! Karena kekhawatiran akan masa depan anaknya , Dian amat peduli pada kepercayaan diri anaknya.
Tentunya kita tidak dapat memungkiri, anak yang kurang memiliki percaya diri , akan menghambat prestasi intelektual, ketrampilan dan kemandirian anak. Anak jadi tidak cakap dalam segala hal dan tidak punya keberanian mengaktualisasikan segenap kemampuan yang dimiliki. Bagaimana ini bisa terjadi ?

Rusaknya Kepercayaan Diri

Mengingat begitu pentingnya membangun kepercayaan diri sebagai sumber energy (kekuatan) diri anak untuk dapat mengaktualisasi diri secara utuh, maka anak membutuhkan bantuan kita. Peran orang tua sangat vital dalam menumbuhkan percaya diri anak karena orang tuanyalah yang paling berpengaruh dan terdekat hubungannya dengan anak.
Percaya diri adalah merasa nyaman tentang diri sendiri dan penilaian orang lain terhadap diri sendiri.. Konsekuensinya saat seseorang mengatakan tidak pede adalah bila dia merasa tak nyaman tentang diri sendiri. Orang yang tidak PD merasa terus menerus jatuh, takut untuk mencoba, merasa ada yang salah dengan dirinya, merasa tak diperhitungkan orang. Ada persaan khawatir menghadapi dunia karena mereka melihatnya sebagai tempat yang bermusuhan.
Kepercayaan pada diri sendiri tidak dapat tumbuh dalam satu hari dengan menerapkan cara berpikir positif. Ia terbentuk sejak bayi. Lingkungan punya andil membentuknya. Jika dibaratkan jiwa manusia itu seperti kendi tabungan.. Orangtua, kakek, nenek, teman, guru, tetangga adalah orang-orang sekitar anak yang mengisi atau bahkan menguras kendi itu. Kalau mereka semua memberikan penghargaan, kasih sayang, perhatian,dorongan dan semua yang positif, kendi itu jadi kencang, indah dan bersinar. Sebaliknya bila yang dilempar itu kritikan , perbandingan, dengan orang lain, cacian, label, kurang perhatian dan semua yang negative, kendi itu akan kempot. Ibarat tabungan yang terus didebit, jiwa itu mengerut. Sebagai introspeksi, mari kita lihat anak kita, termasuk kendi yang manakah mereka ?
Dalam proses tumbuh dari bayi, balita,awal sekolah, pra remaja hingga remaja, anak menghadapi berbagai tantangan, namun seringkali orang tua menghindarkan mereka dari tantangan dengan berbagai alasan. Sebagai contoh :
Sering terjadi anak sudah berumur 7-8 th. Anak seumur itu mulai mandiri, lingkup perhatianya sudah meluas dan punya pilihan sendiri, tapi si ibu masih saja menyiapkan pakaian untuknya. Anak sering dihindarkan dari tantangan dan respek dirinyapun turun, Pada akhirnya kepercayaan dirinya rusak,.Pada anak tumbuh perasaan seperti tidak mampu melakukan sesuatu, selalu perlu diarahkan , dan suka membela diri.
Banyak orang tua kurang menyadari peran dalam membangun PD anak. Tak jarang malah orang tua menjadi penyebab rusaknya / tdak berkembangnya PD anak, karena terlalu dimanja, tidak dibina dan dilatih, atau kurang menyadari anak mengalami kesulitan membangun PDnya. Kadang orang tua salah menanggapi ketidakmampuan anak mengembangkan PDnya karena terlalu merepotkan ortu. Tidak jarang kita bertindak reaktif menanggapi anak yang tidak memiliki PD. Padahal sikap reaktif kita malah membuat anak semakin tertekan dan tidak berdaya .

Kiat-kiat Membangun Percaya Diri Anak

Langkah awal membuat anak PD adalah respek, seperti kata RasuluLLah SAW “ Hormatilah anakmu, hargailah anakmu “.
Sebagai wujud konkret, bahasa respek adalah bahasa baik (positif) dan bicara secara baik-baik. Ini harus dirasakan anak dan ditunjukkan dengan perbuatan sehingga anak merasa dihargai. Langkah berikutnya, memberi kesempatan terus menerus untuk menguji kemampuan dan belajar dari keberhasilan dan kegagalannya. Ini menjadi landasan yang kuat bagi harga diri yang diperlukan pada kehidupan usia dewasa. Kemudian beri dorongan secara tulis. Peningkatan sekecil apapun harus dihargai. Begitu berhasi mengatasi tantangan-tantngannya perasaan positif terhadap diri sendiri pun tumbuh. Ganjaran atas prestasinya membuat anak yakin akan kemampuan dirinya. Keyakinan ini memicu konsep diri positif dan harga dirinya tumbuh positif dan akhirnya anak tumbuh percaya diri.
Masalahnya orang tua kadang meletakkan harapan terlalu tinggi pada anak. Akibatnya anak dihujani kritikan. Orang tua juga suka membandingkan anaknya dengan anak lain.Proses penumbuhan kepercayaan diri tidak melulu pada diri anak. Untuk membuat anak-anak PD, orang tua harus PD dulu. Orang tua harus menjadi role model yang sehat bagi anak-anaknya. Orang tua harus dapat menerima dan menghargai dirinya sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Menerima kelebihan dan kekurangan diri itu wujud percaya diri. Caranya dapat dengan menghargai usaha dan keberhasilan yang dicapai. MIsalnya “ Alhamdulillah selesai juga akhirnya baju buatan mama ini “. atau “Yaa, mama gagal lagi , tapi mama sudah berusaha lho.”
Karena itu untuk melahirkan anak yang memiliki percaya diri, marilah kita sebagai orang tua terlebih dulu membangun kepercayaan diri kita . Bebrapa hal yang perlu dipelajari dalam mengembangkan percaya diri anak :
1. Mengembangkan konsep diri positif
2. Mengembangkan kemampuan membangun performance/penampilan diri
3. Mengembangkan kemampuan mampu berbuat sesuatu
4. Mengeksplor kemampuan intelektual
5. Mengembangkan kemampuan menghadapi masalah/ujian/cobaan
6. Mengembangkan kretivitas
7. Mengembangkan Kemampuan berbicara/komunikasi
8. Mengembangkan kemampuan bergaul/sosialisasi
9. Mengembangkan kemampuan pengendalian diri, menangani konflik
10. Mengembangkan kemampuan kemandirian anak
Selamat belajar dan mencoba, semoga akan mengantarkan anak kepada KESUKSESAN


Read More..

Selasa, 15 Februari 2011

SINERGI POLA ASUH DI RUMAH DAN SEKOLAH UNTUK MENJADIKAN ANAK BERKARAKTER

Oleh: Dedy Andrianto*


Taburlah satu pikiran positif, maka akan menuai tindakan.
Taburlah satu tindakan,
maka akan menuai kebiasaan.
Taburlah satu kebiasaan,
maka akan menuai karakter.
Taburlah satu karakter,
maka akan menuai nasib.

(anonim)


Assalam
u’alaikum Wr. Wb.

Bapak Ibu yang mulia....
Saat di layar televisi kita melihat berbagai tindak kekerasan, pelecehan seksual dan tindak kriminal lainnya yang terjadi baik dalam keluarga maupun di lingkungan lain, maka muncul pertanyaan di benak kita : ”Apa yang terjadi dengan bangsa kita? Apa ada yang salah ?”.

Apa yang didengar, dilihat dan dialami oleh kita tersebut mengacu kepada satu hal, yaitu karakter. Dalam hal ini, menurut beberapa pakar pendidikan, peran sekolah hanya mencapai 20%, lingkungan juga 20%, namun orang tua/keluarga mencapai : 60%. Namun jika peran orang tua tidak berfungsi, maka peran ini akan diambil alih lingkungannya, bukan sekolah.!

Sebagai Pendidik dan Orang Tua,
Apa Yang Bisa Kita Lakukan ?



Didik dan persiapkanlah anak-anakmu
karena mereka diciptakan
untuk hidup pada masa yang berbeda dengan masamu

Ali bin Abi Thalib RA

Artinya di sini, sebagai orang tua maupun guru, kita tidak bisa mengandalkan pengalaman saja untuk mendidik an
ak, tetapi kita harus selalu belajar, karena dengan belajar, kita dapat mengetahui kebutuhan anak-anak kita di masa mendatang, sehingga kita bisa menyiapkan, dan nantinya anak-anak kita bisa menghadapinya dengan lebih baik.


1. MEMAHAMI DUNIA ANAK
Bagi anak-anak bermain adalah pekerjaannya. Bahkan oleh Ki Hadjar Dewantara, (1948 : 262), memberikan penekanan :

“Apabila ada seseorang anak tidak suka bermain – main,
bolehlah dipastikan bahwa anak itu sedang sakit jasmaninya maupun rohaninya”

2. MENGETAHUI KARAKTERISTIK ANAK USIA DINI

Pertumbuhan fisik otak
Pada saat manusia berumur 0 – 6 tahun, otak tumbuh mencapai = 90 %
Kemudian pada umur 6 – 12 tahun, bertambah 10 % menjadi sempurna.
Perkembangan kecerdasan kognisi otak
Saat manus
ia berumur 0 – 4 tahun, kecerdasan sudah mencapai 50 %
Kemudian umur 4 – 8 tahun, bertambah 30% menajadi 80%.
Dan pada umur antara 8 – 18 tahun otak berkembang hanya 20 %.
(sumber : Dr. Osborn. Dr. White, dan Dr. Bloom)

Pada masa perkembangan otak manusia umur 0 – 8 tahun yang telah mencapai 80 % ini, menurut Tony Buzan, ternyata OTAK KANAN berkembang lebih banyak (80%), dan otak kirinya 20%.

Co
balah pahami kembali potensi kecerdasan pada otak KANAN (karena fungsinya berkembang lebih banyak=80%), sehingga untuk mereka, pembelajaran seharusnya melalui fungsi otak kanan dan otak kiri,, yaitu dengan cara : MENYANYI, BERCERITA, MENGGAMBAR, EKSPLORASI dan BERMAIN. Sehingga normal dan sangat wajar apabila mereka sangat menyukai hal ini.
Contoh :
(1) Ketika kita mengajarkan sebuah lagu pada anak, (misal = lagu ’Disini Senang’). Menyanyi akan mengembangkan potensi musikal di otak kanan. Saat lagu ini dinyanyikan dengan gerakan tepuk misalnya, inipun baru mengembangkan potensi kinestetik di otak kanan. Padahal pembelajaran holistik, otak kirinya juga harus terstimulasi. Sehingga akan lebih efektif apabila saat menyanyi, gerakan tidak hanya sekedar tepuk saja, namun bisa disesuaikan dengan syair lagunya. Saat mengucapkan ”di sini Senang ....... dst”, posisi tangan menunjukkan posisi ’di sini’ dan seterusnya, sehingga menjadi kontekstual/nyata/ sesuai dengan apa yang dikatakan.
(2) Ketika kita mengajarkan baca dan hitung, adalah mengajarkan kecerdasan bahasa, matematika, yang berada pada potensi kecerdasan otak kiri, banyak cara yang bisa kita lakukan melalui fungsi otak kanan, misalnya melalui bernyanyi, bercerita, bermain atau eksplorasi.
(3) Saat kita mengajari menulis, sebenarnya dominan mengembangkan kecerdasan visual spasial di otak kiri. Agar bisa holistik, kita bisa mengajarkan dengan cara menggambar, main puzzle, meremas dan merobek kertas, menempel dll.

Memenuhi Prinsip KEPENTINGAN TERBAIK UNTUK SEMUA ANAK
Pendidik di Sekolah Orang Tua di Rumah
• Membuat SKH/RKH sesuai dengan tema dan perkembangan usia
• Mengajar dengan menyesuaikan gaya belajar anak
• Mengajar dengan berpusat pada anak.
• Menyiapkan APE dan Menata Lingkungan Main
• Menyapa Anak dengan ramah
• Menyiapkan Permainan Kinestetik
• Mengenalkan pada Tuhannya, sesuai keyakinan anak, melalui doa.
• Membuat aturan main
• Memberikan beberapa pilihan untuk main
• Memberikan dukungan, motivasi dan bimbingan.
• Memberikan waktu yang cukup untuk bermain
• Melatih dan mengajak anak bertanggung jawab, dengan membereskan mainan
• Mengingatkan dan memaknai kembali kegiatan yang telah dilakukan
• Mengevaluasi pembelajaran, dll • Menyiapkan fisik dan mental pada saat kehamilan
• Memberikan nama yang baik
• Membuatkan akte kelahiran
• Memberikan ASI eksklusif
• Memberikan makanan dengan gizi yang seimbang
• Menjaga dari makanan yang tidak sehat
• Memberikan pendidikan usia dini (bisa dirumah atau di sekolah dengan memperhatikan minat, keinginan dan sesuai dengan perkembangan usianya)
• Jika sekolah, pilihkanlah sekolah yang terbaik untuk anak.
• Motivasi dan berikan kasih sayang yang tepat.
• Fasilitasi dan siapkan lingkungan yang kondusif sesuai dengan kebutuhan yang terbaik untuknya
• dll

Memenuhi Prinsip PERKEMBANGAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP
Pendidik di Sekolah Orang Tua di Rumah
• Memahami perkembangan anak
• Memahami gaya belajar anak ; auditorial, visual dan kinestetik.
• Ikut menjaga kesehatan anak dengan mengecek bekal makanan yang dibawa anak.
• Mengembangkan aspek-aspek perkembangan (Nilai, moral dan agama, Kognitif, Bahasa, Sosial dan emosional, Fisik, Seni, Kecakapan hidup)
• Memberikan dukungan, motivasi, bimbingan sesuai minat anak.
• Mampu menilai anak sesuai dengan perkembangannya, dll • Memberikan ASI eksklusif (0 – 6 bulan)
• Memberikan makanan yang bergizi dan seimbang
• Menjaga kesehatan anak dengan pola hidup sehat dan teratur
• Bersama-sama diskusi membuat aturan rumah dan harus konsisten dengan aturan yang ada.
• Memberikan contoh yang baik pada anak
• Mengatur jadwal menonton TV ; maksimal 2 jam/hari, tidak terus-menerus.
• Mendampingi saat menonton TV.
• Memahami perkembangan anaknya
• (Berusaha) Mengetahui bakat dan minat anak, dll

Memenuhi Prinsip MENGHARGAI PENDAPATNYA
Pendidik di Sekolah Orang Tua di Rumah
• Mendidik dengan sikap dan kata-kata yang positif
• Tidak memberikan labeling, atau penilaian yang negatif
• Memberikan kesempatan untuk berpendapat, mengungkapkan perasaannya
• Memberikan penghargaan atas semua karya anak
• Tidak membanding-bandingkan dengan anak lain, dll • Mendidik dengan sikap dan kata-kata yang positif
• Tidak memberikan labeling, atau penilaian yang negatif
• Memberikan kesempatan untuk berpendapat, mengungkapkan perasaannya
• Tidak membanding-bandingkan dengan anak lain, dll


Memenuhi Prinsip NONDISKRIMINASI/keadilan

Pendidik di Sekolah Orang Tua di Rumah
• Memperlakukan anak dengan adil ; tidak membeda-bedakan berdasar status sosial dan membanding-bandingkan
• Memberikan kebutuhan anak dengan proporsional (misal : berdoa, tidak boleh disamakan, harus sesuai dengan keyakinannya masing-masing)
• Memberikan kesempatan main yang sama, baik anak laki-laki atau perempuan, baik yang normal atau yang berkebutuhan khusus, dll • Memperlakukan anak dengan adil ; tidak membeda-bedakan dan membanding-bandingkan dengan saudara kandung atau temannya
• Memberikan kebutuhan anak dengan proporsional (misal : beribadah tidak harus menunggu dewasa dulu, tapi harus sejak dini)
• Memberikan dukungan dan kesempatan yang sama sesuai dengan minatnya, dll

Bapak Ibu yang tersayang, mari kita renungkan .....
Pembelajaran Tidak Selaras Perkembangan Pembelajaran Selaras Perkembangan
• Semua anak melakukan aktivitas yang sama di saat yang sama.
• Guru/ortu berperan memberi instruksi, memerintah
• Banyak waktu digunakan anak untuk duduk, mendengarkan, mengerjakan tugas yang diperintahkan.
• Material yang digunakan lebih banyak kertas dan pensil/worksheet.
• Jadwal disusun untuk memenuhi kebutuhan guru agar anak menyelesaikan tugasnya.
• Relasi anak-guru lebih menyerupai guru-murid, tidak tercipta hubungan yang hangat.
• Fokus pada produk belajar, menyempitkan belajar berdasarkan target yang sama untuk setiap anak dalam kurun waktu tertentu.
• Kegiatan berbasis subjek/mata pelajaran/aspek perkembangan yang parsial, dengan waktu yang terbatas, anak tidak memaknai koneksi satu kegiatan dengan yang lain.
• Bermain hanya digunakan saat istirahat, sebagai pengisi waktu kosong saat anak sudah menyelesaikan tugas dengan sistem.
• Kegiatan rutin seperti membersihkan dan merapikan kelas dilakukan oleh guru karena dianggap lebih efektif dan biasanya dilakukan terburu-buru dan kacau.
• Menerapkan tes yang tunggal, sesaat dan sempit untuk menentukan apakah anak layak masuk dalam sebuah level/program tertentu, menuntut anak siap menyesuaikan diri • Anak difasilitasi untuk melakukan hal yang beragam sesuai minat dan kebutuhannya.
• Guru dan orang tua berperan sebagai fasilitator

• Anak bergerak dengan aktif, melakukan eksplorasi, memunculkan inisiatif, menemukan problem solving, berkomunikasi aktif.
• Banyak penggunaan benda konkrit yang dekat dengan kehidupan anak/bermakna.
• Jadwal bisa bersifat fleksibel seusai dengan pemenuhan minat anak.
• Guru/ortu menjalin hubungan yang akrab, hangat, saling menghargai.
• Setiap anak memiliki tujuan belajar yang berbeda, sesuai dengan kekuatan dan keterbatasannya.
• Kegiatan terintegrasi, karena guru melihat aspek perkembangan emosi, sosial, kognisi, bahasa saling berkait.

• Bermain adalah strategi utama bagi pembelajaran anak.

• Guru/ortu melihat kegiatan rutin (makan, minum, beres-beres, cuci tangan, ke toilet) sama bernilainya dengan “kegiatan belajar” bagi anak untuk mendapatkan beragam pengalaman.
• Guru/ortu percaya bahwa anak memiliki tahap perkembangan yang berbeda, bahwa belajar adalah hak anak dan bahwa sistem harus mampu dikelola untuk memenuhi kebutuhan anak, bukan sebaliknya.

Kesalahan dalam pengasuhan anak di keluarga akan berakibat pada kegagalan dalam pembentukan karakter yang baik. Kegagalan keluarga dalam melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya, akan mempersulit institusi-institusi lain di luar keluarga (termasuk sekolah) dalam upaya memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak-anak mereka dalam keluarga.

Ayah Bunda yang kami cintai…. Selamat Belajar,
Semoga kita bisa menjaga anak kita di usia emasnya, sehingga mereka menjadi manusia yang bertaqwa dan banyak manfaatnya pada sesama. Amin
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

* Makalah pernah disampaikan oleh Dedy Andrianto :
(praktisi Parenting, Motivator, dan Konsultan Pendidikan),
pada berbagai Seminar Parenting,
Hp. 08122856044, email : andriantodedy@gmail.com

Read More..

Jumat, 11 Februari 2011

Implementasi Hak Anak Sesuai Fitrahnya, akan Menciptakan Pembelajaran Holistik dan Integratif DI PAUD TPQ

Oleh: Dedy Andrianto *

Di usia emas anak 0 – 8 tahun, pembelajaran holistik merupakan cara belajar dengan menggunakan otak holistik, yaitu fungsi otak kanan dan kiri secara tepat, dan menjelaskan hubungan antara materi satu dengan lainnya secara aktif, kreatif dan menyenangkan.
Sebelumnya kita harus memahami potensi kecerdasan anak, yang akan menjadi modal untuk mewujudkan anak yang ideal. Dan tentunya semua potensi itu tersimpan dan bagian tubuh yang sangat penting, yaitu OTAK kita.
Untuk itu, mari kita pelajari otak manusia, sebagai modal kecerdasan.
Pertumbuhan fisik otak
Pada saat manusia berumur 0 – 6 tahun, otak tumbuh mencapai = 90 %
Kemudian pada umur 6 – 12 tahun, bertambah 10 % menjadi sempurna.
Perkembangan kecerdasan kognisi otak
Saat manusia berumur 0 – 4 tahun, kecerdasan sudah mencapai 50 %
Kemudian umur 4 – 8 tahun, bertambah 30% menajadi 80%.
Dan pada umur antara 8 – 18 tahun otak berkembang hanya 20 %.
(sumber : Dr. Osborn. Dr. White, dan Dr. Bloom)

Pada masa perkembangan otak manusia umur 0 – 8 tahun yang telah mencapai 80 % ini, menurut Tony Buzan, ternyata OTAK KANAN berkembang terlebih dahulu, kemudian baru otak kirinya.
Jadi untuk dapat memahami anak, seorang Ustadz/dzahan harus memberikan stimulasi pembelajaran melalui otak kanan dan otak kirinya.

Cobalah pahami kembali potensi kecerdasan pada otak KANAN (karena fungsinya berkembang lebih banyak=80%), sehingga untuk mereka, pembelajaran seharusnya melalui fungsi otak kanan dan otak kiri,, yaitu dengan cara : MENYANYI, BERCERITA, MENGGAMBAR, EKSPLORASI dan BERMAIN. Sehingga normal dan sangat wajar apabila mereka sangat menyukai hal ini.
Contoh :
(1) Ketika kita mengajarkan sebuah lagu pada anak, (misal = lagu ’Disini senang’). Menyanyi akan mengembangkan potensi musikal di otak kanan. Saat lagu ini dinyanyikan dengan gerakan tepuk misalnya, inipun baru mengembangkan potensi kinestetik di otak kanan. Padahal pembelajaran holistik, otak kirinya juga harus terstimulasi. Sehingga akan lebih efektif apabila saat menyanyi, gerakan tidak hanya sekedar tepuk saja, namun bisa disesuaikan dengan syair lagunya. Saat mengucapkan ”di sini senang ....... dst”, posisi tangan menunjukkan posisi ’di sini’ dan seterusnya, sehingga menjadi kontekstual/nyata/ sesuai dengan apa yang dikatakan.
(2) Ketika kita mengajarkan baca dan hitung, adalah mengajarkan kecerdasan bahasa, matematika, yang berada pada potensi kecerdasan otak kiri, banyak cara yang bisa kita lakukan melalui fungsi otak kanan, misalnya melalui bernyanyi, bercerita, bermain atau eksplorasi.
(3) Saat kita mengajari menulis, sebenarnya dominan mengembangkan kecerdasan visual spasial di otak kiri. Agar bisa holistik, kita bisa mengajarkan dengan cara menggambar, main puzzle, meremas dan merobek kertas, menempel dll. Angka dan huruf terdiri dari titik, garis dan lengkung, demikian dengan gambar. Akan lebih menyenangkan jika tahap menulis angka dan huruf dilakukan dengan aktivitas gambar.

Implementasi Hak Anak di TPQ dan Keluarga.
Sebagai Ustadz/dzah dan Orang Tua, Apa Yang Bisa Kita Lakukan ?

A. Prinsip KEPENTINGAN TERBAIK UNTUK SEMUA ANAK

Ustadz/dzah Orang Tua/Keluarga
• Membuat SKH/RKH yang holistik dan integratif sesuai dengan tema dan perkembangan usia
• Mengajar dengan menyesuaikan gaya belajar anak
• Mengajar dengan berpusat pada anak dan MENYENANGKAN.
• Menyiapkan APE dan Menata Lingkungan Main
• Menyapa Anak dengan ramah
• Menyiapkan Permainan Kinestetik (fisik motorik)
• Mengenalkan pada Tuhannya, sesuai keyakinan anak, melalui doa dan ibadah.
• Membuat aturan main bersama anak
• Memberikan beberapa pilihan untuk main
• Memberikan dukungan, motivasi dan bimbingan.
• Memberikan waktu yang cukup untuk bermain
• Melatih dan mengajak anak bertanggung jawab, dengan membereskan mainan
• Mengingatkan dan memaknai kembali kegiatan yang telah dilakukan
• Menghubungkan dengan semua aspek dan mengkaitkan dengan kehidupan anak.
• Dll • Para ibu menyiapkan fisik dan mental pada saat kehamilan
• Memberikan nama yang baik
• Membuatkan akte kelahiran
• Memberikan ASI eksklusif (6 bulan)
• Memberikan makanan dengan gizi yang seimbang
• Menjaga dari makanan yang tidak sehat (JAJANAN yang mengandung zat kimia = pemanis, pengawet dan pewarna buatan)
• Memberikan Ustadz/dzahan usia dini (bisa dirumah atau di sekolah dengan memperhatikan minat, keinginan dan sesuai dengan perkembangan usianya)
• Jika sekolah, pilihkanlah sekolah yang terbaik untuk anak, yang memenuhi kebutuhan anak.
• Memberikan motivasi dan berikan kasih sayang yang tepat (mendidik).
• Fasilitasi dan siapkan lingkungan yang kondusif sesuai dengan kebutuhan yang terbaik untuknya
• dll

B. Prinsip PERKEMBANGAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP (tumbuh dan kembang)

Ustadz/dzah Orang Tua/Keluarga
• Memahami pertumbuhan anak (Memahami perkembangan anak
• Memahami gaya belajar anak yang berbeda ; auditorial, visual atau kinestetik.
• Ikut menjaga kesehatan anak dengan mengecek bekal makanan minuman (jajan) yang dibawa anak.
• Mengawasi anak saat bermain.
• Mengembangkan aspek-aspek perkembangan (Nilai moral dan Agama, Kognitif, Bahasa, Sosial dan emosional, Fisik, Seni, Kecakapan hidup)
• Memberikan dukungan, motivasi, bimbingan sesuai minat anak.
• Mampu menilai anak sesuai dengan perkembangannya
• Dll • Memberikan ASI eksklusif (0 – 6 bulan)
• Memberikan makanan yang bergizi, cukup dan seimbang
• Menjaga kesehatan anak dengan pola hidup sehat dan teratur
• Mengawasi saat anak bermain.
• Bersama-sama diskusi membuat aturan rumah dan harus konsisten dengan aturan yang ada.
• Memberikan contoh yang baik pada anak
• Mengatur jadwal belajar dan membatasi waktu menonton TV.
• Mendampingi saat menonton TV.
• Memahami perkembangan anak dan mengetahui bakat minat anak, dengan cara menjalin komunikasi dengan anak serta gurunya. dll

C. Prinsip MENGHARGAI PENDAPATNYA

Ustadz/dzah Orang Tua/Keluarga
• Mendidik dengan sikap dan kata-kata yang positif
• Tidak memberikan labeling, atau penilaian yang negatif
• Memberikan kesempatan untuk berpendapat, mengungkapkan perasaannya
• Memberikan penghargaan atas semua karya anak
• Tidak membanding-bandingkan dengan anak lain
• Dll • Mendidik dengan sikap dan kata-kata yang positif
• Tidak memberikan labeling, atau penilaian yang negatif
• Memberikan kesempatan untuk berpendapat, mengungkapkan perasaannya
• Tidak membanding-bandingkan dengan anak lain
• dll

Prinsip NONDISKRIMINASI
Ustadz/dzah Orang Tua/Keluarga
• Memperlakukan anak dengan adil ; tidak membeda-bedakan berdasar status sosial dan membanding-bandingkan
• Memberikan kebutuhan anak dengan proporsional (misal : berdoa, tidak boleh disamakan, harus sesuai dengan keyakinannya masing-masing)
• Memberikan kesempatan main yang sama, baik anak laki-laki atau perempuan, baik yang normal atau yang berkebutuhan khusus. dll • Memperlakukan anak dengan adil ; tidak membeda-bedakan dan membanding-bandingkan dengan saudara kandung atau temannya
• Memberikan kebutuhan anak dengan proporsional (misal : beribadah tidak harus menunggu dewasa dulu, tapi harus sejak dini)
• Memberikan dukungan dan kesempatan yang sama sesuai dengan minatnya.
• dll

KHA merupakan bagian integral dari Hak Asasi Manusia dan bersifat:
UNIVERSAL = Berlaku untuk semua manusia di mana saja
INALIENABLE = Tidak boleh dirampas oleh siapa pun dan tidak boleh diserahkan walaupun secara sukarela kepada siapa pun
INDIVISIBLE = Tidak ada hirarki (tingkatan pemenuhan) antara satu hak dan hak lainnya
Tidak ada istilah = ini dulu ... baru itu...!

Penutup
Janganlah kita mengambil hak dan kebutuhan anak usia dini dalam belajar. Karena dengan membebaninya dengan cara belajar yang tidak sesuai dengan fitrahnya, misalnya dengan cara skolastik (anak duduk, diam, dalam waktu yang lama, dan TIDAK MENYENANGKAN !), HANYA akan membuat anak-anak BISA, tetapi beberapa lama berikutnya menjadi TIDAK SUKA, padahal jika anak tidak suka lagi belajar, maka itulah awal kegagalan kehidupannya, karena pelajaran yang diterimanya tidak terbawa dalam perilakunya dikemudian hari, sehingga anak yang demikian akan menjadi BEBAN, bagi orang tua dan lingkungannya.
Pada anak usia sampai 8 tahun (kelas 3 SD), mereka dapat belajar dengan baik, apabila dilakukan dengan cara yang menyenangkan, misalnya bermain dan eksplorasi.
Bagi anak-anak bermain adalah pekerjaannya. Bahkan oleh Ki Hadjar Dewantara, (1948 : 262), memberikan penekanan :
Apabila ada seseorang anak tidak suka bermain – main,
bolehlah dipastikan bahwa anak itu sedang sakit jasmaninya maupun rohaninya


Dan jika pembelajaran pada anak MENYENANGKAN, sesuai dengan tahapan yang tepat, maka akan menjadikannya SUKA dan kemudian BISA, walaupun akan membutuhkan kesabaran dan waktu yang lebih lama. Namun demikian dengan modal SUKA belajar itulah, yang nantinya akan membuat anak CERDAS dan PAHAM tentang ilmu yang dipelajarinya.
Memahami hak anak, karakter, gaya belajar, dan potensi kecerdasan anak, menjadi prinsip belajar anak di TPQ, PAUD dan SD, yaitu : ”Berpusat pada anak” suhingga mampu mewujudkan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan melalui potensi otak kanan dan kiri.

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu
suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah



PROSES PEMBELAJARAN TPQ PAUD

Proses pembelajaran merupakan inti dari kegiatan PAUD. Proses pembelajaran merupakan wahana untuk memfasilitasi agar setiap anak dapat mencapai tingkat perkembangan sesuai dengan usia dan potensi masing-masing. Proses pembelajaran PAUD dilakukan melalui “Program Pembiasaan” dan “Program Pengembangan”.
Proses pembelajaran anak usia dini pada program PAUD berbasis Ustadz/dzahan Al-Quran diintegrasikan dengan pengembangkan akhlak dan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan dalam diri setiap anak sesuai ajaran Islam.

1. Program Pembiasaan
Program pembiasaan yang perlu dilakukan secara berkelanjutan, di antaranya:
a. Berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan.
b. Mengikuti ibadah harian.
c. Senyum, salam, dan sapa.
d. Menjawab salam dan/atau pertanyaan.
e. Menggunakan kata-kata toyibah seperti maaf, permisi, terimakasih, tolong, Subhanallah, Alhamdulillah, Allahuakbar, bismillah, dsb.
f. Hormat kepada orang dewasa dan sayang sesama teman.
g. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
h. Saling tolong-menolong.
i. Aktif dan antisipatif.
j. Selalu ceria.
k. Senang membantu/menolong.
l. Berbicara dengan lembut dan santun.
m. Bersabar untuk antri atau menunggu giliran.
n. Menyegerakan urusan yang ditunggu teman/orang.
o. Berempati kepada teman yang sedih/kesusahan.
p. Bersikap jujur, adil, dan berani.
q. Mencintai lingkungan alam dan binatang sesuai ajaran agama.
r. Infaq, sodakoh, dan menyantuni anak yatim/fakir-miskin.
s. Bersyukur dan bertawakal.
t. Bersilaturahmi.
u. Pembiasaan cara belajar/beraktivitas/bekerja yang tepat
Program pembiasaan tersebut dilakukan secara berkelanjutan, namun perlu disesuaikan dengan kesiapan anak. Bila anak belum mampu atau lupa melakukan, maka guru mengingatkan melalui ucapan atau tindakan yang seharusnya dilakukan anak. Contoh: ketika anak lupa mengucapkan terimakasih saat dibantu atau diberi sesuatu, maka Ustadz/dzah yang mengucapkan “terimakasih”. Jika anak masih lupa atau belum mau mengucapkan, maka Ustadz/dzah yang terus mengucapkan. Demikian seterusnya sampai hal tersebut dilakukan dan menjadi perilaku anak. Jadi dalam melakukan pembiasaan ini tidak cukup hanya diajarkan, tetapi dicontohkan secara terus-menerus oleh Ustadz/dzah. Ustadz/dzah tidak perlu menegur apalagi menghukum anak yang belum melakukan, tetapi cukup mengajak, mencontohkan, atau mengingatkan.

2. Program Pengembangan
Program pengembangan anak dilakukan dengan mengacu pada: (1) tingkat pencapaian perkembangan anak menurut usia sebagaimana tertuang dalam Standar PAUD (Permendiknas No. 58 Tahun 2009); dan (2) potensi masing-masing anak bersifat unik, yaitu pola perkembangan setiap anak berbeda satu sama lain, sehingga tidak perlu memaksa anak untuk berkembang seperti anak lainnya. Indikator tingkat pencapaian perkembangan tersebut merupakan standar umum, sehingga pelaksanaannya harus disesuaikan dengan potensi masing-masing anak serta tidak boleh dipaksakan.

3. Keterpaduan antara Program Pembiasaan dan Program Pengembangan
Program pembiasaan dan program pengembangan pada anak usia dini tidak bersifat terpisah sendiri-sendiri (parsial), tetapi menyatu dan bersifat saling mendukung. Semua program tersebut ditujukan untuk membantu anak mencapai perilaku mulia (akhlaqul karimah) dan tingkat perkembangan sesuai usia sebagaimana tertuang dalam standar/kurikulum PAUD yang mencakup: (1) nilai-nilai agama dan moral; (2) gerakan kasar dan halus; (2) kognitif (pengetahuan umum, logika, seni, dan kreativitas); (3) bahasa (termasuk komunikasi); dan (4) sosial-emosional, dalam rangka membentuk pribadi yang Islami, sehat/bugar, cerdas, dan kreatif sesuai dengan potensi masing-masing. Para Ustadz/dzah dapat mengembangkan kegiatan lain yang sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan budaya masing-masing daerah.

Kegiatan Harian Ustadz/dzah
1. Penyiapan/penataan Bahan dan Alat Main
a. Sebelum kedatangan anak, Ustadz/dzah menyiapkan/menata bahan dan alat main yang akan digunakan sesuai rencana dan jadwal kegiatan yang telah disusun untuk setiap kelompok.
b. Penataan alat main hendaknya mencerminkan rencana pembelajaan yang sudah dibuat, yaitu sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai anak selama bermain dengan alat main tersebut.

2. Penyambutan Kehadiran Anak
Jika saatnya anak mulai datang, salah seorang Ustadz/dzah menyambut kedatangan anak dengan ramah dan membimbing untuk menyimpan bekal dan peralatan yang dibawa pada tempatnya.

3. Fasilitasi Kegiatan (bermain bebas)
a. Sambil menunggu anak-anak lainnya datang, anak yang sudah datang dipersilakan bermain bebas. Misalnya: menggambar, mencoret-coret bebas, atau kegiatan lain yang disukai anak.
b. Kegiatan penting sebagai sarana transisi sebelum mengikuti proses pembelajaran. Melalui kegiatan ini emosi anak dapat tersalurkan melalui coretan atau gambar yang dihasilkan. Selain itu, bermain bebas juga dapat mengembangkan aspek motorik halus, sosial-emosional, seni dan kreativitas, daya imajinasi, kognitif, dan bahasa anak.

4. Kegiatan Pembuka
Saat waktunya tiba, semua anak diminta berkumpul membentuk lingkaran besar untuk melakukan kegiatan pembuka. Kegiatan pembuka dapat dilakukan di dalam atau di luar ruangan. Salah seorang Ustadz/dzah memimpin kegiatan pembuka dengan mengucapkan salam lalu menyebutkan kegiatan pembuka yang akan dilakukan. Ustadz/dzah lain membantu mengatur anak agar mengikuti kegiatan pembuka dengan tertib. Kegiatan pembuka dapat berupa permainan tradisional, gerak dan musik, mendongeng, bernyanyi, menirukan gerakan/suara hewan, atau kegiatan lain yang melibatkan gerakan kasar dan membangun emosi positif anak.

5. Transisi
a. Setelah mengikuti kegiatan pembuka, anak-anak diberi waktu untuk pendinginan dengan cara bernyanyi dalam lingkaran, atau membuat permainan tebak-tebakan. Tujuannya agar anak kembali tenang. Setelah anak tenang, anak secara bergiliran dipersilakan untuk minum (hidrasi) dan ke kamar kecil/mencuci tangan. Kegiatan ini bertujuan untuk latihan kebersihan diri ke kamar mandi (toilet training). Masing-masing Ustadz/dzah memimpin kelompok anak yang menjadi tanggungjawabnya.
b. Setelah selesai toilet training, anak-anak diminta mengambil air wudhu untuk melakukan shalat dhuha dan pembiasaan agama.
c. Setelah semua anak siap, Ustadz/dzah mengajak anak-anak menuju sentra/kelompoknya guna persiapan shalat dzuha.

6. Pembiasaan Agama
a. Jika waktunya pagi dapat dimulai dengan shalat dhuha dapat dilakukan bersama seluruh anak atau di kelompoknya masing-masing.
b. Selesai shalat sunnah (misalnya shalat dhuha untuk pagi hari) dilanjutkan dengan pembiasaan membaca doa harian, surat pendek, atau lagu-lagu Islami (nasyid).

7. Kegiatan di Kelompok
a. Pijakan sebelum bermain
1) Ustadz/dzah dan anak-anak duduk melingkar atau menggerombol berhadapan dengan Ustadz/dzah. Ustadz/dzah memberi salam kepada anak-anak dan menyapa setiap anak dengan menanyakan kabarnya.
2) Ustadz/dzah meminta anak-anak untuk memperhatikan siapa saja yang tidak hadir
3) Mengajak anak membaca doa sebelum kegiatan dan meminta salah seorang anak untuk memimpin doa.
4) Ustadz/dzah menyampaikan kegiatan hari ini dan hal-hal yang dapat dilakukan anak.
5) Ustadz/dzah membacakan buku yang sesuai tema terintegrasi dengan nilai-nilai kehidupan beragama Islam.
6) Ustadz/dzah mengenalkan kosa kata baru dan menunjukkan konsep yang mendukung pembelajaran anak.
7) Ustadz/dzah mengenalkan alat main yang sudah disiapkan.
8) Ustadz/dzah menjelaskan cara menggunakan alat-alat.
9) Agar tertib, anak-anak diminta mengusulkan dan menyepakati aturan bermain.
10) Ustadz/dzah mempersilakan anak untuk mulai bermain melalui kegiatan transisi, misalnya mempersilakan anak tertentu untuk bermain terlebih dahulu dengan menunjuk anak berdasarkan warna baju, usia anak, huruf depan nama anak, atau cara lainnya.

b. Pijakan Saat Anak Bermain

1) Ustadz/dzah berkeliling dan memastikan semua anak-anak bermain.
2) Memberi gagasan cara main pada anak yang belum memiliki pengalaman menggunakan bahan dan alat main.
3) Memberi dukungan berupa pernyataan positif tentang pekerjaan yang dilakukan anak.
4) Memancing dengan pertanyaan terbuka untuk memperluas cara main anak. Pertanyaan terbuka artinya pertanyaan yang tidak cukup dengan dijawab ya atau tidak saja, tetapi banyak kemungkinan jawaban yang dapat diberikan anak.
5) Memberikan bantuan pada anak yang membutuhkan.
6) Mendukung anak untuk mencoba dengan cara lain, sehingga anak memiliki pengalaman main yang kaya (densitas).
7) Mencatat dan mendokumentasikan yang dilakukan anak (jenis main, tahap perkembangan, tahap interaksi sosial)
8) Mengumpulkan hasil kerja anak dan mencantumkan nama dan tanggal di lembar kerja anak.
9) Bila waktu tinggal 5 menit, Ustadz/dzah memberitahukan pada anak-anak untuk bersiap-siap menyelesaikan kegiatan mainannya.

c. Pijakan Setelah Bermain
1) Setelah selesai Ustadz/dzah memberitahukan saatnya mengembalikan mainan, alat dan bahan pada tempatnya dengan melibatkan anak-anak.
2) Bila anak belum terbiasa, Ustadz/dzah bisa membuat permainan yang menarik agar anak senang merapikan.
3) Saat merapikan, Ustadz/dzah menyiapkan tempat yang berbeda untuk setiap jenis alat, sehingga anak dapat mengelompokkan alat main sesuai dengn tempatnya.
4) Bila peralatan dan bahan main sudah dirapikan kembali, Ustadz/dzah merapikan tempat dan membantu anak merapikan baju anak dan menggantinya bila basah.
5) Bila anak sudah rapi, Ustadz/dzah bersama anak duduk melingkar untuk pijakan setelah main.
6) Setelah semua anak duduk, Ustadz/dzah menanyakan pada setiap anak kegiatan main yang dilakukannya. Kegiatan menanyakan kembali (recalling) melatih kekuatan berpikir anak, melatih menggunakan kalimat untuk mengemukakan gagasan dan pengalaman mainnya, memperluas perbendaharaan kata anak.
7) Ustadz/dzah mengajak anak membaca do’a setelah selesai kegiatan bermain.

8. Kegiatan Penutup (diikuti seluruh anak)
a. Setelah semua anak berkumpul membentuk lingkaran besar, Ustadz/dzah dapat mengajak anak bernyanyi atau membaca puisi. Ustadz/dzah menyampaikan rencana kegiatan hari berikutnya dan menganjurkan anak untuk bermain yang sama di rumah masing-masing.
b. Ustadz/dzah meminta salah satu anak secara bergiliran untuk memimpin doa penutup.
c. Untuk menghindari berebut saat pulang, digunakan urutan berdasarkan warna baju, usia, dan lain-lain. Selanjutnya berjabatan tangan sambil mengucapkan salam.

9. Perencanaan Pembelajaran Hari Berikutnya
Sebelum pulang Ustadz/dzah hendaknya merapikan tempat kembali, melengkapi catatan perkembangan, dan bersama Ustadz/dzah lain mendiskusikan kejadian hari ini dan menyiapkan rencana kegiatan hari berikutnya.


*) Dedy Andrianto
Adalah Praktisi PAUD, Himpaudi Jateng,
Motivator Guru dan Konsultan Ustadz/dzahan
Ketua Yayasan Samudera Ilmu Semarang
Pelatih Guru PAUD kerjasama pemerintah RI-Unicef
Alamat : Jl. Kyai Abdul Manan No 3
Perum Dolog Pasadena Pedurungan Semarang
Telp/fax (024) 6731304 Hp. 081 22856044
Email ; andriantodedy@gmail.com
Read More..