SELAMAT DATANG DI WEBLOG TAMAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI CAHAYA ILMU SEMARANG)

Selasa, 15 Februari 2011

SINERGI POLA ASUH DI RUMAH DAN SEKOLAH UNTUK MENJADIKAN ANAK BERKARAKTER

Oleh: Dedy Andrianto*


Taburlah satu pikiran positif, maka akan menuai tindakan.
Taburlah satu tindakan,
maka akan menuai kebiasaan.
Taburlah satu kebiasaan,
maka akan menuai karakter.
Taburlah satu karakter,
maka akan menuai nasib.

(anonim)


Assalam
u’alaikum Wr. Wb.

Bapak Ibu yang mulia....
Saat di layar televisi kita melihat berbagai tindak kekerasan, pelecehan seksual dan tindak kriminal lainnya yang terjadi baik dalam keluarga maupun di lingkungan lain, maka muncul pertanyaan di benak kita : ”Apa yang terjadi dengan bangsa kita? Apa ada yang salah ?”.

Apa yang didengar, dilihat dan dialami oleh kita tersebut mengacu kepada satu hal, yaitu karakter. Dalam hal ini, menurut beberapa pakar pendidikan, peran sekolah hanya mencapai 20%, lingkungan juga 20%, namun orang tua/keluarga mencapai : 60%. Namun jika peran orang tua tidak berfungsi, maka peran ini akan diambil alih lingkungannya, bukan sekolah.!

Sebagai Pendidik dan Orang Tua,
Apa Yang Bisa Kita Lakukan ?



Didik dan persiapkanlah anak-anakmu
karena mereka diciptakan
untuk hidup pada masa yang berbeda dengan masamu

Ali bin Abi Thalib RA

Artinya di sini, sebagai orang tua maupun guru, kita tidak bisa mengandalkan pengalaman saja untuk mendidik an
ak, tetapi kita harus selalu belajar, karena dengan belajar, kita dapat mengetahui kebutuhan anak-anak kita di masa mendatang, sehingga kita bisa menyiapkan, dan nantinya anak-anak kita bisa menghadapinya dengan lebih baik.


1. MEMAHAMI DUNIA ANAK
Bagi anak-anak bermain adalah pekerjaannya. Bahkan oleh Ki Hadjar Dewantara, (1948 : 262), memberikan penekanan :

“Apabila ada seseorang anak tidak suka bermain – main,
bolehlah dipastikan bahwa anak itu sedang sakit jasmaninya maupun rohaninya”

2. MENGETAHUI KARAKTERISTIK ANAK USIA DINI

Pertumbuhan fisik otak
Pada saat manusia berumur 0 – 6 tahun, otak tumbuh mencapai = 90 %
Kemudian pada umur 6 – 12 tahun, bertambah 10 % menjadi sempurna.
Perkembangan kecerdasan kognisi otak
Saat manus
ia berumur 0 – 4 tahun, kecerdasan sudah mencapai 50 %
Kemudian umur 4 – 8 tahun, bertambah 30% menajadi 80%.
Dan pada umur antara 8 – 18 tahun otak berkembang hanya 20 %.
(sumber : Dr. Osborn. Dr. White, dan Dr. Bloom)

Pada masa perkembangan otak manusia umur 0 – 8 tahun yang telah mencapai 80 % ini, menurut Tony Buzan, ternyata OTAK KANAN berkembang lebih banyak (80%), dan otak kirinya 20%.

Co
balah pahami kembali potensi kecerdasan pada otak KANAN (karena fungsinya berkembang lebih banyak=80%), sehingga untuk mereka, pembelajaran seharusnya melalui fungsi otak kanan dan otak kiri,, yaitu dengan cara : MENYANYI, BERCERITA, MENGGAMBAR, EKSPLORASI dan BERMAIN. Sehingga normal dan sangat wajar apabila mereka sangat menyukai hal ini.
Contoh :
(1) Ketika kita mengajarkan sebuah lagu pada anak, (misal = lagu ’Disini Senang’). Menyanyi akan mengembangkan potensi musikal di otak kanan. Saat lagu ini dinyanyikan dengan gerakan tepuk misalnya, inipun baru mengembangkan potensi kinestetik di otak kanan. Padahal pembelajaran holistik, otak kirinya juga harus terstimulasi. Sehingga akan lebih efektif apabila saat menyanyi, gerakan tidak hanya sekedar tepuk saja, namun bisa disesuaikan dengan syair lagunya. Saat mengucapkan ”di sini Senang ....... dst”, posisi tangan menunjukkan posisi ’di sini’ dan seterusnya, sehingga menjadi kontekstual/nyata/ sesuai dengan apa yang dikatakan.
(2) Ketika kita mengajarkan baca dan hitung, adalah mengajarkan kecerdasan bahasa, matematika, yang berada pada potensi kecerdasan otak kiri, banyak cara yang bisa kita lakukan melalui fungsi otak kanan, misalnya melalui bernyanyi, bercerita, bermain atau eksplorasi.
(3) Saat kita mengajari menulis, sebenarnya dominan mengembangkan kecerdasan visual spasial di otak kiri. Agar bisa holistik, kita bisa mengajarkan dengan cara menggambar, main puzzle, meremas dan merobek kertas, menempel dll.

Memenuhi Prinsip KEPENTINGAN TERBAIK UNTUK SEMUA ANAK
Pendidik di Sekolah Orang Tua di Rumah
• Membuat SKH/RKH sesuai dengan tema dan perkembangan usia
• Mengajar dengan menyesuaikan gaya belajar anak
• Mengajar dengan berpusat pada anak.
• Menyiapkan APE dan Menata Lingkungan Main
• Menyapa Anak dengan ramah
• Menyiapkan Permainan Kinestetik
• Mengenalkan pada Tuhannya, sesuai keyakinan anak, melalui doa.
• Membuat aturan main
• Memberikan beberapa pilihan untuk main
• Memberikan dukungan, motivasi dan bimbingan.
• Memberikan waktu yang cukup untuk bermain
• Melatih dan mengajak anak bertanggung jawab, dengan membereskan mainan
• Mengingatkan dan memaknai kembali kegiatan yang telah dilakukan
• Mengevaluasi pembelajaran, dll • Menyiapkan fisik dan mental pada saat kehamilan
• Memberikan nama yang baik
• Membuatkan akte kelahiran
• Memberikan ASI eksklusif
• Memberikan makanan dengan gizi yang seimbang
• Menjaga dari makanan yang tidak sehat
• Memberikan pendidikan usia dini (bisa dirumah atau di sekolah dengan memperhatikan minat, keinginan dan sesuai dengan perkembangan usianya)
• Jika sekolah, pilihkanlah sekolah yang terbaik untuk anak.
• Motivasi dan berikan kasih sayang yang tepat.
• Fasilitasi dan siapkan lingkungan yang kondusif sesuai dengan kebutuhan yang terbaik untuknya
• dll

Memenuhi Prinsip PERKEMBANGAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP
Pendidik di Sekolah Orang Tua di Rumah
• Memahami perkembangan anak
• Memahami gaya belajar anak ; auditorial, visual dan kinestetik.
• Ikut menjaga kesehatan anak dengan mengecek bekal makanan yang dibawa anak.
• Mengembangkan aspek-aspek perkembangan (Nilai, moral dan agama, Kognitif, Bahasa, Sosial dan emosional, Fisik, Seni, Kecakapan hidup)
• Memberikan dukungan, motivasi, bimbingan sesuai minat anak.
• Mampu menilai anak sesuai dengan perkembangannya, dll • Memberikan ASI eksklusif (0 – 6 bulan)
• Memberikan makanan yang bergizi dan seimbang
• Menjaga kesehatan anak dengan pola hidup sehat dan teratur
• Bersama-sama diskusi membuat aturan rumah dan harus konsisten dengan aturan yang ada.
• Memberikan contoh yang baik pada anak
• Mengatur jadwal menonton TV ; maksimal 2 jam/hari, tidak terus-menerus.
• Mendampingi saat menonton TV.
• Memahami perkembangan anaknya
• (Berusaha) Mengetahui bakat dan minat anak, dll

Memenuhi Prinsip MENGHARGAI PENDAPATNYA
Pendidik di Sekolah Orang Tua di Rumah
• Mendidik dengan sikap dan kata-kata yang positif
• Tidak memberikan labeling, atau penilaian yang negatif
• Memberikan kesempatan untuk berpendapat, mengungkapkan perasaannya
• Memberikan penghargaan atas semua karya anak
• Tidak membanding-bandingkan dengan anak lain, dll • Mendidik dengan sikap dan kata-kata yang positif
• Tidak memberikan labeling, atau penilaian yang negatif
• Memberikan kesempatan untuk berpendapat, mengungkapkan perasaannya
• Tidak membanding-bandingkan dengan anak lain, dll


Memenuhi Prinsip NONDISKRIMINASI/keadilan

Pendidik di Sekolah Orang Tua di Rumah
• Memperlakukan anak dengan adil ; tidak membeda-bedakan berdasar status sosial dan membanding-bandingkan
• Memberikan kebutuhan anak dengan proporsional (misal : berdoa, tidak boleh disamakan, harus sesuai dengan keyakinannya masing-masing)
• Memberikan kesempatan main yang sama, baik anak laki-laki atau perempuan, baik yang normal atau yang berkebutuhan khusus, dll • Memperlakukan anak dengan adil ; tidak membeda-bedakan dan membanding-bandingkan dengan saudara kandung atau temannya
• Memberikan kebutuhan anak dengan proporsional (misal : beribadah tidak harus menunggu dewasa dulu, tapi harus sejak dini)
• Memberikan dukungan dan kesempatan yang sama sesuai dengan minatnya, dll

Bapak Ibu yang tersayang, mari kita renungkan .....
Pembelajaran Tidak Selaras Perkembangan Pembelajaran Selaras Perkembangan
• Semua anak melakukan aktivitas yang sama di saat yang sama.
• Guru/ortu berperan memberi instruksi, memerintah
• Banyak waktu digunakan anak untuk duduk, mendengarkan, mengerjakan tugas yang diperintahkan.
• Material yang digunakan lebih banyak kertas dan pensil/worksheet.
• Jadwal disusun untuk memenuhi kebutuhan guru agar anak menyelesaikan tugasnya.
• Relasi anak-guru lebih menyerupai guru-murid, tidak tercipta hubungan yang hangat.
• Fokus pada produk belajar, menyempitkan belajar berdasarkan target yang sama untuk setiap anak dalam kurun waktu tertentu.
• Kegiatan berbasis subjek/mata pelajaran/aspek perkembangan yang parsial, dengan waktu yang terbatas, anak tidak memaknai koneksi satu kegiatan dengan yang lain.
• Bermain hanya digunakan saat istirahat, sebagai pengisi waktu kosong saat anak sudah menyelesaikan tugas dengan sistem.
• Kegiatan rutin seperti membersihkan dan merapikan kelas dilakukan oleh guru karena dianggap lebih efektif dan biasanya dilakukan terburu-buru dan kacau.
• Menerapkan tes yang tunggal, sesaat dan sempit untuk menentukan apakah anak layak masuk dalam sebuah level/program tertentu, menuntut anak siap menyesuaikan diri • Anak difasilitasi untuk melakukan hal yang beragam sesuai minat dan kebutuhannya.
• Guru dan orang tua berperan sebagai fasilitator

• Anak bergerak dengan aktif, melakukan eksplorasi, memunculkan inisiatif, menemukan problem solving, berkomunikasi aktif.
• Banyak penggunaan benda konkrit yang dekat dengan kehidupan anak/bermakna.
• Jadwal bisa bersifat fleksibel seusai dengan pemenuhan minat anak.
• Guru/ortu menjalin hubungan yang akrab, hangat, saling menghargai.
• Setiap anak memiliki tujuan belajar yang berbeda, sesuai dengan kekuatan dan keterbatasannya.
• Kegiatan terintegrasi, karena guru melihat aspek perkembangan emosi, sosial, kognisi, bahasa saling berkait.

• Bermain adalah strategi utama bagi pembelajaran anak.

• Guru/ortu melihat kegiatan rutin (makan, minum, beres-beres, cuci tangan, ke toilet) sama bernilainya dengan “kegiatan belajar” bagi anak untuk mendapatkan beragam pengalaman.
• Guru/ortu percaya bahwa anak memiliki tahap perkembangan yang berbeda, bahwa belajar adalah hak anak dan bahwa sistem harus mampu dikelola untuk memenuhi kebutuhan anak, bukan sebaliknya.

Kesalahan dalam pengasuhan anak di keluarga akan berakibat pada kegagalan dalam pembentukan karakter yang baik. Kegagalan keluarga dalam melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya, akan mempersulit institusi-institusi lain di luar keluarga (termasuk sekolah) dalam upaya memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak-anak mereka dalam keluarga.

Ayah Bunda yang kami cintai…. Selamat Belajar,
Semoga kita bisa menjaga anak kita di usia emasnya, sehingga mereka menjadi manusia yang bertaqwa dan banyak manfaatnya pada sesama. Amin
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

* Makalah pernah disampaikan oleh Dedy Andrianto :
(praktisi Parenting, Motivator, dan Konsultan Pendidikan),
pada berbagai Seminar Parenting,
Hp. 08122856044, email : andriantodedy@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar